Kawasan Istana Bogor
PEMBAHASAN
1) Gambaran Umum
A. Istana Bogor Dulu
Kisah dari istana ini
bermula pada tahun 1745 ketika Gubernur Jenderal Van Imhoff membeli tanah
Bloeber (ada yang menyebutkan Kampong Baroe) dan memutuskan membangun sebuah
mansion. Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron Van Imhoff terkesima akan
kedamaian sebuah kampung kecil di Bogor (Kampung Baru), sebuah wilayah bekas
Kerajaan Pajajaran yang terletak di hulu Batavia. Van Imhoff mempunyai rencana
membangun wilayah tersebut sebagai daerah pertanian dan tempat peristirahatan bagi
Gubernur Jenderal.
Istana Bogor dibangun
pada bulan Agustus 1745 dan berbentuk tingkat tiga, pada awalnya merupakan
sebuah rumah peristirahatan, Van Imhoff sendiri yang membuat sketsa dan
membangunnya dari tahun 1745-1750, mencontoh arsitektur Blehheim Palace, kediaman
Duke Malborough, dekat kota Oxford di Inggris. Seorang bernama Rademacker
melakukan perjalanan melalui Preanger pada tahun 1776, dan memberi deskripsi.
Playhose (aula,
teater) yang dijelaskan Rademacker adalah sebuah bangunan dua lantai dengan
bagian depan berupa lengkungan besar bergaya neoklasik, terhubung oleh arcade melingkar
ke kedua sayap bangunan. Salah satu gambar pertama Istana Bogor berada di
Raffles Collection di Kantor Perpustakaan London dan bertanggal sekitar tahun
1812. Dalam gambar tersebut, kedua sayap bangunan tampak identik. Denahnya
berbentuk persegi panjang, dua lantai dan atap perisai.
Dalam perjalanan
sejarahnya, bangunan ini sempat mengalami rusak berat akibat serangan rakyat
Banten yang anti Kompeni, di bawah pimpinan Kiai Tapa dan Ratu Bagus Buang yang
disebut Perang Banten 1750 - 1754. Ketika Van Imhoff meninggal pada tahun 1750,
pembangunan Istana Buitenzorg masih jauh dari usai. Bersamaan dengan waktu itu
mulai pula berkobar Perang Banten. Rakyat yang bermukim di bantaran Sungai
Cisadane kecewa karena Ratu Syarifah yang menjadi penguasa Kesultanan Banten
telah menyerahkan kawasan subur kepada VOC. Terjadilah pemberontakan rakyat
yang dimpimpin Kiai Tapa dan Ratu Bagus Buang. Istana yang belum selesai
dibangun di Buitenzorg itu dibakar dalam salah satu serangan. Jacob Mossel,
Gubemur Jenderal yang menggantikan Van Imhoff, kemudian melanjutkan pembangunan
Istana Buitenzorg yang mengalami kerusakan berat. Ia meneruskan desain yang
ditinggalkan oleh Van Imhoff. Istana Buitenzorg menjadi tujuan favorit para
Gubemur Jenderal serta petinggi VOC dan kemudian tempat kediaman resmi bagi
Gubemur Jenderal. Demikianlah, rencana membangun rumah Gubemur Jenderal dekat
tangsi tentara di Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng, Jakarta) urung
dilaksanakan. Untuk jangka waktu yang panjang, para Gubemur Jenderal dan keluarganya
tinggal di sebuah rumah besar di dalam Kasteel Batavia, tidak seberapa jauh
dari Stadhui (sekarang Museum Sejarah Jakarta). Setiap Gubemur Jenderal
menambah dan menyempurnakan Istana Buitenzorg sesuai dengan bertambahnya
kebutuhan dan kemakmuran VOC.
Pada tahun 1802, di
salah satu sudut halaman puri yang seluas 28 hektar itu didirikan sebuah gereja
Protestan. Hingga sekarang gereja itu masih berfungsi, tetapi dipisahkan dari lahan
Istana Bogor dengan pagar, agar bisa dimanfaatkan oleh masyarakat umum secara penuh.
Bangunan asli gereja itu juga sudah diganti dengan yang baru pada awal abad
ke-20. gereja itu sekarang dikenal dengan nama Zebaoth.
Bersamaan dengan
bangunan gereja, dibangun pula dapur pembuatan roti dan kue, sebuah ruang untuk
bermain, dan tempat minum kopi di halaman. Sebuah rumah sakit juga didirikan di
belakang kompleks Istana Buitenzorg. Rumah sakit itu sekarang menjadi Rumah
Sakit Umum Palang Merah Indonesia, terletak di Jalan Pajajaran. Pada masa lalu,
lahan rumah sakit itu masih menjadi bagian dari halaman luas Istana Buitenzorg.
Berangsur angsur, seiring dengan waktu perubahan-perubahan kepada bangunan awal
dilakukan selama masa Gubernur Jenderal Belanda maupun Inggris (Herman Willem Daendels
dan Sir Stamford Raffles), bentuk bangunan Istana Bogor telah mengalami berbagai
perubahan. sehingga yang tadinya merupakan rumah peristirahatan berubah menjadi
bangunan istana paladian dengan luas halamannya mencapai 28,4 hektar dan luas bangunan
14.892 m².
Antara tahun 1808 dan
1811 bagian tengah bangunan ini dipugar besar-besaran oleh Dendels. Setelah
tahun 1812, atap pelana pada sayap bangunan dihilangkan oleh Raffles dan
bangunan utama diperluas. Halamannya yang luas juga dipercantik dengan mendatangkan
enam pasang rusa tutul dari perbatasan India dan Nepal.
·
Gempa Tahun 1818
Pada tanggal 2 Oktober
1818, Istana Bogor mengalami kerusakan karena gempa bumi. Lalu dilakukan
restorasi dan perluasan istana di bawah pemerintahan Gubernur Jenderal Van der
Capellen. Meskipun proses konstruksi ini tidak disebutkan di mana pun, tetapi sebuah
lukisan Willem Troost (1812-1893) menunjukkan bagian belakang istana, menggambarkan
keadaan sesaat sebelum gempa bumi tahun 1834. Istana ini sekarang mempunyai dua
lantai yang menutup seluruh denah. Bagian tengan istana dimahkotai sebuah
menara dengan dome kecil. Sedangkan lahan di sekeliling istana dijadikan Kebun Raya
yang peresmiannya dilakukan pada tanggal 18 Mei 1817. Istana bertingkat dua ini
tetap berdiri sampai tahun 1834, lalu hancur karena gempa bumi tanggal 10
Oktober.
·
Gempa Tahun 1834
Sebuah survei yang
cermat dari Istana Buitenzorg menyatakan bahwa bagian utara bangunan utama,
dinding luar sayap timur dan bangunan utara telah runtuh karena gempa. Ini
membuktikan bahwa tidak ada bagian dari bangunan indah ini terhindar dari
gempa. Semuanya rusak sedemikian rupa, sehingga harus benar-benar
diruntuhkan.”Dalam dua bulan, dibuatlah sebuah rencana untuk membangun kembali
istanatersebut. Dalam sebuah surat bertanggal 25 Desember 1834, Gubernur
Jenderal G.C. Baud menulis untuk Minister for Colonies, J. van den Bosch,
“Sayap timur dari istana baru sekarang telah masuk kontrak.”
Desain dari istana
baru ini kemungkinan digarap oleh Jannis Tromp (1798-1859),
yang merupakan ketua
insinyur Departemen Pekerjaan Umum di Batavia, dari tahun 1829 sampai masa
pensiunnya tahun 1853. Wilhelm Louis de Sturler (1802-1879) yang merupakan
kapten korporasi insinyur kemungkinan besar menjadi co designernya. Desain ini
dijelaskkan secara singkat di laporan “Burgerlijke Operbare Werken in
Nederlandch- Indie over het jaar 1892”. Desain istana tidak bertingkat lagi
karena disesuaikan dengan situasi daerah yang sering gempa itu. Pada masa pemerintahan
Gubernur Jenderal Albertus Jacob Duijmayer van Twist (1851-1856) bangunan lama
sisa gempa itu dirubuhkan dan dibangun dengan mengambil arsitektur Eropa abad
ke-19. Pada tahun 1870, Istana Buitenzorg dijadikan tempat kediaman resmi dari
Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Pada pertengahan Juli 1837, sebagian dari
istana telah selesai dan Eerens, penerus dari Gubernur Jenderal Baud, menjabat.
Setelah seluruh pengerjaan istana selesai, sekitar tahun 1839, tiga perubahan
kecil disebutkan di laporan tahunan departemen pekerjaan umum.
Bangunan baru Istana
Buitenzorg itu juga memiliki menara di atas gedung induknya. Tepat di bawah
menara itu terdapatlah tempat untuk para musisi memainkan musik bila diselenggarakan
pesta-pesta dansa. Ruang utama dibawah menara itu – sekarang disebut Ruang
Garuda – dulu adalah danszaal (ruang
dansa) tempat para bangsawan, pejabat pemerintah dan militer, serta saudagar
Belanda melakukan pesta-pesta meriah. Pada saatsaat pesta, lampu-lampu gas yang
biasanya dipakai sebagai penerangan istana diganti dengan lilin-lilin yang
romantis.
Titik dibawah menara
itu juga ditetapkan sebagai poros untuk memperhitungkan rencana pemasangan pipa
air minum bagi semua warga kota Bogor. Bila pintu pintunya dibuka, danszaal
itu tepat menghadap ke utara, yakni ke jalan utama menuju
Batavia melalui Cibinong.
Silih berganti para
Gubemur Jenderal Hindia-Belanda bermukim di Istana Buitenzorg yang megah,
mewah, dan nyaman. Contohnya adalah Gubemur Jenderal Dirk Fock (1921– 1926)
yang menaikkan berbagai macam pajak yang sangat menyusahkan rakyat terjajah. Kemudian
Gubemur Jenderal B.C. De Jonge (1931 – 1936) yang bertangan besi. Ia menangkap
para pemimpin perjuangan kemerdekaan Indonesia –antara lain Soekarno, Hatta,
dan Sjahrir– dan membuang mereka ke pengasingan.
Pada masa pendudukan
Jepang, dengan pilu Gubemur Jendera Tjarda Van Starkenborgh-Stachower terpaksa
menyerahkan Istana Buitenzorg kepada bala tentara Jepang di Kalijati. Istana
ini kemudian menjadi markas Tentara Pendudukan Jepang yang dipimpin oleh
Jenderal Imamura.
·
Masa Penjajahan Jepang
Apa yang terjadi
kemudian di Istana Buitenzorg adalah lembaran paling kelam dalam sejarahnya.
Jepang memakai bagian bawah tanah sebagai sel-sel tahanan untuk memenjarakan
orang Belanda yang ditangkapnya. Seluruh dinding luar Istana Bogor dicat dengan
wama hitam agar tersamar dari serangan udara. Kolam-kolam indah yang dibangun pada
masa Raffles dikeringkan airnya agar tidak memantulkan cahaya yang bisa tampak dari
udara, dan kemudian ditanami semak-semak. Rumput di halaman Istana yang luas
dibiarkan liar meninggi. Rusa-rusa yang jumlahnya sudah mencapai ratusan, mulai
punah karena setiap hari disembelih dan dimakan oleh serdadu Jepang. Untungnya,
rumput yang sudah tumbuh tinggi justru merupakan tempat persembunyian yang baik
bagi beberapa ekor rusa. Karena terlindung dibalik rumput itulah populasi rusa
Istana Bogor tidak sepenuhnya binasa selama pendudukan Jepang antara 1942 –
1945.
Tentara Pendudukan
Jepang juga mengangkut berbagai benda seni dari Istana Buitenzorg ke Negeri
Matahari Terbit. Berbagai keris dan tombak pusaka yang penuh sejarah – upeti
para raja dan sultan kepada para Gubemur Jenderal Hindia-Belanda lenyap dari
bumi persada Nusantara. Serdadu Jepang juga mencabuti semua benda yang terbuat dari
logam untuk dilebur menjadi alat-alat persenjataan. Tiang-tiang lampu yang
indah dari Eropa, besi cor yang dipakai sebagai pagar dan elemen artistic
bangunan Istana, semuanya dibongkar.
·
Kemerdekaan Indonesia
Dalam kondisi
compang-camping seperti itulah Istana Bogor pada tahun 1945 direbut oleh
sekitar 200 pemuda Indonesia yang tergabung dalam Barisan Keamanan Rakyat, setelah
Jepang dikalahkan oleh tentara sekutu pada akhir Perang Dunia Kedua. Namun, para
pemuda itu pun kemudian dipaksa meninggalkan Istana Bogor karena kompleks ini direbut
kembali oleh Tentara Pendudukan Sekutu yang justru merintis jalan bagi kembalinya
administrasi Hindia-Belanda yang sebelumnya mengungsi ke Australia. Baru pada akhir tahun
1949, ketika Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia, Istana Bogor
diserahkan secara resmi oleh Kerajaan Belanda kepada Pemerintah Republik
Indonesia. Hanya lima buah cermin besar yang masih tergantung di dinding
menjadi barang inventaris Istana Bogor yang diserahkan kepada bangsa Indonesia ketika
itu.
Namun demikian, Istana
Bogor tidak segera memperoleh perhatian Pemerintah Republik Indonesia.
Usia muda kemerdekaan yang baru diproklamasikan itu membuat para pemimpin
Negara lebih terpusat perhatiannya pada urusan penyelenggaraan Negara. Presiden
Soekarno baru mulai melakukan pemugaran secara bertahap sejak tahun 1952. Yang
pertama dipugar adalah bagian depan bangunan induk. Ditambahkan sebuah beranda
(portico) yang ditopang oleh
enam tiang berlanggam lonia. Beranda ini menyambung dengan serambi depan dengan
sepuluh saka bergaya sama. Tidak sekadar menambah keanggunan Istana, beranda
baru ini juga berfungsi untuk melindungi tamu agung dari hujan yang sering
tercurah di Bogor. Beberapa mobil dapat sekaligus berhenti dibawah beranda ini
untuk menurunkan penumpang. Dalam memugar Istana Bogor, Bung Karno tetap
mempertahankan gaya arsitektur Palladio. Jembatan kayu yang menghubungkan
bangunan induk dengan kedua sayapnya kemudian diganti menjadi koridor.
Pemugaran Istana Bogor
dipercepat menjelang sebuah pertemuan politik pemimpin lima Negara sebagai
tindak lanjut dari pertemuan di Colombo pada tahun 1954 yang belum mencapai
kata sepakat. Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo mengundang para Perdana Menteri
India, Burma, Sri Lanka, dan Pakistan untuk melanjutkan pembicaraan di Indonesia.
Pada tahun 1954 itu
pula, di halaman Istana Bogor yang luas juga dibangun dan dipugar lima buah
pavilion – Amarta, Madukara, Pringgodani, Dwarawatim dan Jodipoti yang lebih
dikenal dengan Paviliun 1, 2, 3, 4, dan 5 – yang terpisah agak jauh dari bangunan-bangunan
utama Istana. Salah satunya, sebuah pavilion kecil yang kini dikenal sebagai
Paviliun Amarta (atau paviliun 2), adalah tempat kesukaan Bung Karno. Ia sering
menginap di Paviliun Amarta ini bila sedang berada di Istana Bogor.
Bung Karno juga
menanam tiga pohon beringin di halaman Istana Bogor untuk menandai kelahiran
tiga putranya: Guruh, Taufan, dan Bayu. Pada tahun 1997, sebuah masjid umum
dibangun untuk mengganti masjid sederhana yang telah lebih dulu ditambahkan di
dekat dapur umum. Masjid itu sengaja diletakkan di bagian samping depan Istana,
agar mudah dijangkau oleh masyarakat umum.
Sementara itu,
rusa-rusa yang menghuni halaman Istana Bogor terus beranak-pinak hingga
mencapai 700-an ekor, padahal daya dukung halaman Istana Bogor sebetulnya hanya
ideal untuk 300 ekor rusa. Untuk mengurangi jumlahnya, beberapa ekor rusa telah
dipindahkan ke Istana Tampaksiring di Bali, kompleks Badan Intelijen Negara di
Jakarta, dan beberapa kantor Gubemur di tanah air. Semua langkah tertata untuk
konservasi rusa ini dilaksanakan pada masa Presiden Megawati.
Hamparan rumput Istana
juga dihiasi dengan beberapa tempayan-tempayan besar tanah liat, yang dibuat
pada masa Bung Karno. Dari masa penjajahan Belanda masih tertinggal beberapa
tempayan asli dari Cina. Menurut cerita, Bung Karno pernah mengutus seorang
staf Istana untuk membeli tempayan yang biasa dipakai sebagai penyimpan kedelai
di pabrik tabu kepunyaan orang-orang Tionghoa. Akan tetapi, temyata tidak seorang
pun bersedia menjualnya karena benda itu selain langka memang sangat diperlukan
dalam pembuatan tahu. Staf Istana itu kemudian diam-diam mencoba membuat tempayan
semacam itu di Plered, sebuah tempat di Jawa Barat yang memang terkenal kerajinan
tanah liatnya. Percobaan itu temyata berhasil, sehingga Bung Karno memesan banyak
lagi tempayan besar dari Plered yang hingga kini menghiasi halaman Istana
Bogor. Dulu Bung Karno juga sempat mendatangkan beberapa pasang angsa dari
Swiss untuk dipelihara di kolam-kolam Istana. Tetapi, angsa-angsa itu tidak
sanggup bertahan hidup lama di cuaca tropis.
Menjelang 1960, Istana
Bogor menjalankan fungsi yang sama dengan Istana Merdeka dan Istana Negara di
Jakarta: sebagai tempat kediaman sekaligus tempat kerja Presiden Republik
Indonesia. Bung Karno membagi waktunya antara Jakarta dan Bogor secara tetap,
setelah menikahi Ibu Hartini di Istana Cipanas pada 1953. Setiap hari Jumat,
Sabtu, dan Minggu ia akan berada di Istana Bogor; pada hari-hari lain, di
Istana Merdeka Jakarta. Dengan pengaturan ini Ibu Hartini pun kemudian
dimukimkan di Paviliun Amarta (Paviliun 2) Istana Bogor. Bangunan induk tetap
dipergunakan untuk Ibu Fatmawati dan putra-putrinya. Di bangunan induk ini,
Bung Karno dan Ibu Fatmawati menempati ruang depan dengan jendela menghadap ke
halaman depan Istana Bogor.
·
Penggunaan Bangunan
Secara umum, dapat
dikatakan bahwa impresi arsitektur aslinya berasal dari tahun 1835. Namun,
beberapa perubahan telah terjadi di masa-masa yang lain. Terlepas dari itu, citra
istana putih megah yang dikelilingi taman nan hijau tetap berhasil membuat
Bogor memiliki sebuah identitas yang unik. Pada tahun 1968 Istana Bogor resmi
dibuka untuk kunjungan umum atas restu dari Presiden Soeharto. Arus pengunjung
dari luar dan dalam negeri setahunnya mencapai sekitar 10 ribu orang.
Bangunan di Istana
Bogor terdiri dari:
• Bangunan induk
istana berfungsi untuk menyelenggarakan acara kenegaraan resmi, pertemuan, dan
upacara.
• Sayap kiri bangunan
yang memiliki enam kamar tidur digunakan untuk menjamu tamu negara asing.
• Sayap kanan bangunan
dengan empat kamar tidur hanya diperuntukan bagi kepala negara yang datang
berkunjung.
• Pada tahun 1964
dibangun khusus bangunan yang dikenal dengan nama Dyah Bayurini sebagai ruang
peristirahatan presiden dan keluarganya, bangunan ini termasuk lima paviliun
terpisah.
• Kantor pribadi
Kepala Negara
• Perpustakaan
• Ruang makan
• Ruang sidang
menteri-menteri dan ruang pemutaran film
• Ruang Garuda sebagai
tempat upacara resmi
• Ruang teratai
sebagai sayap tempat penerimaan tamu-tamu negara.
• Kaca Seribu
Istana tahun 1835 yang
asli tidak memiliki beranda di depan. Lalu pada tahun 1890, ditambahkanlah
sebuah beranda (drop off) untuk jalur masuk yang terhindar dari hujan. Beranda
tambahan tersebut beratap datar dan memiliki tiga arch (bukaan melengkung) di
depan dan satu di setiap sisi kanan dan kiri. Beranda itu kini telah diganti
dengan yang baru pada tahun 1952. Tidak diketahui apakah beranda terakhir ini
dibuat lebih besar daripada yang sebelumnya, tetapi beranda ini terlihat
terlalu besar untuk Istana Bogor. Mungkin karena kolom ionicnya yang besar dan
pilar-pilar sudutnya yang tidak simestris. Sebagian besar lantai dan tangga
dari galeri utara dan selatan menggunakan material marmer Italia berwarna putih
dan abu-abu. Atapnya terdiri dari pola-pola rumit yang menutupi konstruksi kayu
dan talang masih dalam kondisi yang baik.
Gedung Induk, terdiri
dari 8 ruang, yaitu :
1. Ruang Garuda yang
berfungsi sebagai Ruang Resepsi, disini juga pertemuan - pertemuan besar dapat
dilaksanakan.
2. Ruang Teratai yang
berfungsi sebagai ruang penerimaan tamu.
3. Ruang Film pernah
berfungsi sebagai ruang pemutaran film pada masa Presiden Soekarno.
4. Ruang Makan yang
berfungsi sebagai ruang makan utama.
5. Ruang Kerja
Presiden yang pernah berfungsi sebagai tempat bekerja Presiden Soekarno.
6. Ruang Perpustakaan
yang pernah berfungsi sebagai ruang perpustakaan Presiden Soekarno.
7. Ruang Famili dan
Kamar Tidur yang berfungsi sebagai tempat / ruang tunggu Presiden jika akan
mengikuti aneka acara di Ruang Garuda.
8. Ruang Tunggu
Menteri yang berfungsi sebagai ruang tunggu para menteri jika mereka akan mengikuti
acara - acara di Ruang Garuda.
Gedung Utama Sayap
Kiri, terdiri dari 2 ruang, yaitu :
1. Ruang Panca Negara,
yang pernah berfungsi sebagai ruang Konferensi Panca Negara / persiapan
Konferensi Asia Afrika di Bandung,
2. Ruang Tidur dan
Ruang Tengah, yang difungsikan sebagai tempat menginap Presiden, tamu negara
dan tamu agung. Gedung Utama Sayap Kanan, berfungsi sebagai tempat menginap
para Presiden sebagai tamu negara berikut tamu - tamu negara, dan tamu - tamu
lainnya.
1. Paviliun Sayap Kiri
berfungsi sebagai kantor Rumah Tangga Istana Bogor
2. Paviliun Sayap
Kanan berfungsi sebagai tempat menginap para pejabat dan staf tamu negara. Pada sayap kanan dan
kiri, lantai aula tengahnya dilapisi marmer coklat dari Jawa Timur. Sayap bangunan
terhubung dengan Gedung Utama melalui koridor yang terdiri dari kolom Toscane,
lantai marmer Italia dan jendela kaca.
Paviliun, terdapat 6
paviliun sebagai berikut :
1. Paviliun I-V kini
digunakan sebagai tempat menginap para pejabat dan merupakan ruang tunggu para
menteri apabila ada acara
2. Paviliun VI
digunakan sebagai rumah jabatan kepala istal
Gedung lainnya :
1. Gedung Dyah
Bayurini, yang dilengkapi dengan kolam renang digunakan sebagai
tempat istirahat
Presiden serta keluarganya jika sedang berada di Bogor.
2. Gedung Serba Guna
yang berfungsi sebagai ruang serba guna: kesenian, pertemuan, tempat
artis, dsb.
Seiring dengan makin
berperannya Indonesia dalam percaturan dunia, Istana Bogor mewadahi pertemuan
lima Perdana Menteri pada 1954: Ali Sastroamidjojo (tuan rumah), Pandit
Jawaharlal Nehru (India), Mohammad Ali (Pakistan), Sir John Kotelawala (Sri Lanka),
U Nu (Burma). Pertemuan itu berhasil mencapai kesepakatan untuk menyelenggarakan
Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada tahun berikutnya –sebuah langkah awal
strategis untuk mengokohkan kerja sama negara-negara Asia dan Afrika, yang juga
merupakan cikal bakal Gerakan Non-Blok yang pada 1992 -1995 diketuai oleh Presiden
Soeharto. Hingga sekarang, ruang tempat pertemuan para perdana menteri lima
negara itu masih disebut sebagai Ruang Pancanegara. Bendera-bendera kebangsaan
lima negara masih menghiasi ruangan itu. Tatanan meja-kursi itu pun masih
dipertahankan. Ruang Pancanegara itu terletak di gedung sayap kiri. Gedung yang
memiliki enam kamar tidur yang bagi para tamu negara setingkat menteri ini
dilengkapi juga dengan sebuah ruang makan dan ruang duduk. Pada masa Belanda,
sayap kiri ini dipergunakan bagi hunian staf Gubemur Jenderal.
Gedung sayap kanan
diperuntukkan tamu-tamu negara setingkat kepala negara atau kepala
pemerintahan. Pada masa Belanda bagian ini juga menjalankan fungsi yang sama. Bagian
ini hanya terdiri atas empat kamar tidur. Satu-satunya anggota keluarga
Kerajaan Belanda yang pemah menginap di sini adalah Pangeran Willem Frederik
Hendrik pada 1837. Beberapa raja dan presiden telah menjadi tamu\ Republik
Indonesia di Istana Bogor.
Di bagian depan, di
belakang serambi terbuka gedung induk Istana Bogor, terdapat sebuah bangsal
yang kini dikenal dengan sebutan Ruang Teratai. Penamaan demikian bermula
dengan adanya sebuah lukisan bunga teratai karya c.L. Dake, Jr. yang menjadi elemen
artistik paling menonjol di ruang duduk itu. Ini adalah lukisan yang dibuat
pada 1952 berdasarkan teratai besar (Victoria
regia)dari Amazon, Brazil, yang menghiasi kolam di depan Istana
Bogor.
Di antara Ruang
Teratai dengan balairung utama di belakangnya, terdapat sebuah koridor kecil
yang disangga empat saka berlaras Korintia. Pada dinding-dinding sisinya, tergantung
cermin besar berbingkai emas yang diletakkan berhadapan, sehingga menciptakan
refleksi seolah-olah ada seribu bayangan terpantul hingga nun ke ujung sana. Cermin
ini dikenal dengan sebutan Kaca Seribu. Cermin dan saka-saka Korintia ini merupakan
sedikit saja dari elemen artistik yang masih asli sejak dibangunnya Istana ini pada
tahun 1850.
Balairung utama Istana
Bogor sempat pula digunakan beberapa kali oleh Presiden Soekarno untuk pesta-pesta
tari lenso. Ruang ini kemudian diberi nama Ruang Garuda karena penempatan
lambang negara Garuda Pancasila pada dinding kepala. Balairung yang kini
ditebari dengan permadani Persia adalah bagian yang paling anggun di Istana
Bogor. Enam belas saka berlaras Korintia menopang langit-Iangit berbentuk kubah
yang dihias relief bergaya Yunani. Beberapa kandelabra kristal digantung di
langit-langit. Di Ruang Garuda ini diselenggarakan acara-acara yang bersifat
formal: jamuan santap resmi, pertemuan pertunjukan kesenian, serta peristiwa
penting lainnya.
Pada masa Bung Karno,
beberapa kali diselenggarakan sidang kabinet di ruang ini. Presiden Soekarno
juga beberapa kali menerima surat kepercayaan para duta besar di balairung ini.
Pada masa Presiden Soeharto, di balairung ini diselenggarakan pertemuan para
kepala negara APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation) pada 1995. Ruang tidur
utama di gedung induk hingga kini masih dijuluki sebagai Kamar Raja. Di kamar
itu terdapat sebuah tempat tidur yang panjangnya hampir tiga meter - khusus
dibuat untuk Raja Ibnu Saud dari Saudi Arabia yang pernah berencana mengunjungi
Indonesia. Sayangnya, ia membatalkan muhibahnya karena kondisi kesehatannya.
Ruang ini dulu merupakan tempat tidur bagi putra-putri Presiden Soekarno.
Pada arah yang
berlawanan, sebelum koridor menuju sayap kiri, adalah sebuah ruangan yang dulu
dipakai Bung Karno sebagai tempat untuk memutar film. Setiap menjelang akhir pekan,
petugas Istana Bogor berangkat ke Jakarta untuk mengambil film-film yang akan dipertunjukkan.
Di samping keluarga dan staf Istana, Bung Karno juga sering mengundang pejabat
setempat untuk ikut melihat pemutaran film.
Ruang kerja Presiden
yang terletak di bagian kiri belakang gedung induk adalah ruang yang besar -
bahkan lebih besar dari ruang kerja Presiden di Istana Merdeka dengan jendela-jendela
dan pintu besar yang menghadap ke Kebun Raya. Sejak ditinggalkan oleh Bung
Karno, ruang ini tak pernah dipakai sebagai ruang kerja oleh para presiden
berikutnya. Karenanya, ruang ini masih dibiarkan sebagaimana tatanan aslinya
ketika masih dipergunakan Bung Karno. Sebuah tenunan songket dari benang emas ditaruh
di atas meja kerja besar yang terbuat dari kayu jati. Meja kerja ini menghadap sebuah
dinding yang semula mempunyai dua jendela. Dinding besar itu kemudian dimanfaatkan
Bung Karno untuk menggantung lukisan besar karya pelukis Rusia, Konstantin
Egorovich Makowsky, yang dihadiahkan kepada Bung Karno ketika berkunjung ke Uni
Soviet pada 1956. Sebuah lukisan besar Makowsky lainnya tergantung di ruang
makan Istana Bogor. Lukisan itu - dibuat pada 1891 dan menggambarkan Pesta Dewa
Anggur - dibeli Bung Karno dari sebuah galeri di Roma pada 1961.
·
Karya Seni di Istana Bogor
Banyak barang asli
turun temurun yang berada di Istana Bogor rusak, hancur, atau hilang pada masa
Perang Dunia II. Karena itu, seluruh karya seni dan perabotan klasik yang berada
di Istana Bogor bermula dari awal tahun 1950.
Koleksi-koleksi karya
seni dan dekorasi internasional banyak berasal dari hadiah negaranegara asing,
yang memberikan aksen mewah di Istana Bogor. Salah satunya adalah tempat
penyangga lilin cristal bergaya Bohemian dan karpet langka dari Persia yang melapisi
lantai ruang utama di Istana Bogor.
Koleksi istana
meliputi:
a. 450
lukisan, di antaranya adalah karya pelukis Indonesia Basuki Abdullah, pelukis Rusia
Makowski, dan Ernest Dezentjé
b. 360
patung
c. Susunan
lantai keramik mewah yang tersebar di istana. Salah satu dari koleksi keramik
yang paling mengesankan, berasal dari Rusia, sumbangan dari Perdana Menteri Khrushchev
pada tahun 1960.
d. Hadiah
hadiah kenegaraan, di antaranya adalah tengkorak harimau berlapis perak, hadiah
dari Perdana Menteri Thanom Kittikachorn dari Thailand pada tahun 1958.
Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto
menyampaikan usulan penataan konsep Istana Bogor rencana penataan Istana Bogor,
salah satunya rencana menggeser pagar istana juga dan konsep pembenahan dan
penataan pusat kota yang menyangkut arus lalu lintas, route angkot, parkir, PKL
dan perbaikan pedestrian. Serta akan dibangun Balai Kitri yang ada di dalam
Istana Bogor. satu penataan kawasan Istana Bogor adalah menata pedestrian bagi
pejalan kaki. Mulai dari Tugu Kujang sampai ke Jalan Jalak Harupat depan pintu
I Istana Bogor, akan dilakukan perbaikan pedestrian sehingga lebih nyaman saat
digunakan untuk pejalan kaki. Juga dilakukan penataan Sungai Cibalok yang
berada di dalam area Istana Bogor.
Wali
Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto menyampaikan usulan penataan konsep Istana Bogor
kepada Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Pratikno di kantor Kementerian
Sekretariat Negara, Jalan Veteran, Jakarta Pusat.
Dalam pertemuan yang membahas rencana penataan Istana Bogor, salah satunya rencana menggeser pagar istana juga diikuti Kepala Bagian Humas Setdakot Bogor Encep Moh. Ali Alhamidi. Pemkot Bogor kebetulan sedang menyiapkan konsep pembenahan dan penataan pusat kota yang menyangkut arus lalu lintas, route angkot, parkir, PKL dan perbaikan pedestrian. Untuk menjaga kawasan sekitar Istana Bogor sebagai wilayah heritage dan sedang dirampungkan konsep RTBL untuk kawasan seputar Istana Bogor. Karena terkait dengan kawasan seputar istana serta seringnya Bapak Presiden Jokowi beraktivitas di Istana Bogor. Serta akan dibangun Balai Kitri yang ada di dalam Istana Bogor. Pemkot memandang Balai Kitri sebagai salah satu destinasi wisata yang bisa diakses masyarakat umum. Balai Kitri jika memungkinkan pengelolaannya bisa dilakukan Pemerintah Kota Bogor. Salah satu penataan kawasan Istana Bogor adalah menata pedestrian bagi pejalan kaki. Mulai dari Tugu Kujang sampai ke Jalan Jalak Harupat depan pintu I Istana Bogor, akan dilakukan perbaikan pedestrian sehingga lebih nyaman saat digunakan untuk pejalan kaki.
Dalam pertemuan yang membahas rencana penataan Istana Bogor, salah satunya rencana menggeser pagar istana juga diikuti Kepala Bagian Humas Setdakot Bogor Encep Moh. Ali Alhamidi. Pemkot Bogor kebetulan sedang menyiapkan konsep pembenahan dan penataan pusat kota yang menyangkut arus lalu lintas, route angkot, parkir, PKL dan perbaikan pedestrian. Untuk menjaga kawasan sekitar Istana Bogor sebagai wilayah heritage dan sedang dirampungkan konsep RTBL untuk kawasan seputar Istana Bogor. Karena terkait dengan kawasan seputar istana serta seringnya Bapak Presiden Jokowi beraktivitas di Istana Bogor. Serta akan dibangun Balai Kitri yang ada di dalam Istana Bogor. Pemkot memandang Balai Kitri sebagai salah satu destinasi wisata yang bisa diakses masyarakat umum. Balai Kitri jika memungkinkan pengelolaannya bisa dilakukan Pemerintah Kota Bogor. Salah satu penataan kawasan Istana Bogor adalah menata pedestrian bagi pejalan kaki. Mulai dari Tugu Kujang sampai ke Jalan Jalak Harupat depan pintu I Istana Bogor, akan dilakukan perbaikan pedestrian sehingga lebih nyaman saat digunakan untuk pejalan kaki.
Juga dilakukan penataan
Sungai Cibalok yang berada di dalam area Istana Bogor. Dalam proyek penataan
tersebut, terlihat aliran Sungai Cibalok yang melintasi Istana Bogor mulai dari
Gereja Zebaoth hingga Pintu Utama Istana (simpang Denpom) dipercantik dengan
mengembalikan fungsi utama sungai, lengkap dengan beberapa air terjun dan
bebatuan sehingga menambah kesan natural. Terlihat pula pedestrian dibangun di
sisi sungai yang membuat pemandangan semakin indah. Dengan pembangunan tersebut
bisa menambah daya tarik pariwisata bagi masyarakat. Saat jalan-jalan di
sekitar Istana Bogor bisa menjadi daya tarik tersendiri. Selain rusa sebagai
ikon dari Istana Bogor, juga terdapat pemandangan lain yaitu Sungai Cibalok yang
bukan sebagai lintasan air saja, sekarang menjadi pemandangan baru yang natural. Dengan dipercantiknya
area di dalam pagar Istana Bogor itu bisa menambah daya jual pariwisata bagi
warga Bogor maupun di luar Bogor. Bogor memiliki ikon yang sangat kuat yang
tidak dimiliki kota lain. Bogor identik dengan Istana dan Kebun raya. Dua ikon
ini yang ke depan menjadi primadona.
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Istana Bogor mengalami beberapa kalu kerusakan karena gempa
bumi. Lalu dilakukan restorasi, pemugaran dan perluasan istana pada zaman
penjajahan Belanda. Hingga Istana menjadi tidak terurus selama penjajahan Jepang
yang memakai bagian bawah tanah sebagai sel-sel tahanan untuk memenjarakan
orang Belanda yang ditangkapnya. Seluruh dinding luar Istana Bogor dicat dengan
wama hitam agar tersamar dari serangan udara. Kolam-kolam indah yang dibangun
pada masa Raffles dikeringkan airnya agar tidak memantulkan cahaya yang bisa
tampak dari udara, dan kemudian ditanami semak-semak. Rumput di halaman Istana
yang luas dibiarkan liar meninggi. Rusa-rusa yang jumlahnya sudah mencapai
ratusan, mulai punah karena setiap hari disembelih dan dimakan oleh serdadu
Jepang.
Pada tahun 1945 Istana direbut
oleh sekitar 200 pemuda Indonesia yang tergabung dalam Barisan Keamanan Rakyat,
setelah Jepang dikalahkan oleh tentara sekutu pada akhir Perang Dunia Kedua.
Namun, para pemuda itu pun kemudian dipaksa meninggalkan Istana Bogor karena
kompleks ini direbut kembali oleh Tentara Pendudukan Sekutu yang justru
merintis jalan bagi kembalinya administrasi Hindia-Belanda yang sebelumnya
mengungsi ke Australia. Baru pada akhir tahun 1949, ketika Belanda mengakui
kedaulatan Republik Indonesia, Istana Bogor diserahkan secara resmi oleh Kerajaan
Belanda kepada Pemerintah Republik Indonesia.
Presiden Soekarno baru mulai
melakukan pemugaran secara bertahap sejak tahun 1952 dapat dikatakan bahwa impresi arsitektur aslinya berasal dari
tahun 1835. Namun, beberapa perubahan telah terjadi di masa-masa yang lain.
Terlepas dari itu, citra istana putih megah yang dikelilingi taman nan hijau
tetap berhasil membuat Bogor memiliki sebuah identitas yang unik. Pada tahun
1968 Istana Bogor resmi dibuka untuk kunjungan umum atas restu dari Presiden
Soeharto.