Sabtu, 04 Mei 2019

Konservasi Arsitektur




Kawasan Istana Bogor




PEMBAHASAN
1)    Gambaran Umum

A.    Istana Bogor Dulu
·         Awal Pembangunan



Kisah dari istana ini bermula pada tahun 1745 ketika Gubernur Jenderal Van Imhoff membeli tanah Bloeber (ada yang menyebutkan Kampong Baroe) dan memutuskan membangun sebuah mansion. Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron Van Imhoff terkesima akan kedamaian sebuah kampung kecil di Bogor (Kampung Baru), sebuah wilayah bekas Kerajaan Pajajaran yang terletak di hulu Batavia. Van Imhoff mempunyai rencana membangun wilayah tersebut sebagai daerah pertanian dan tempat peristirahatan bagi Gubernur Jenderal.
Istana Bogor dibangun pada bulan Agustus 1745 dan berbentuk tingkat tiga, pada awalnya merupakan sebuah rumah peristirahatan, Van Imhoff sendiri yang membuat sketsa dan membangunnya dari tahun 1745-1750, mencontoh arsitektur Blehheim Palace, kediaman Duke Malborough, dekat kota Oxford di Inggris. Seorang bernama Rademacker melakukan perjalanan melalui Preanger pada tahun 1776, dan memberi deskripsi.
Playhose (aula, teater) yang dijelaskan Rademacker adalah sebuah bangunan dua lantai dengan bagian depan berupa lengkungan besar bergaya neoklasik, terhubung oleh arcade melingkar ke kedua sayap bangunan. Salah satu gambar pertama Istana Bogor berada di Raffles Collection di Kantor Perpustakaan London dan bertanggal sekitar tahun 1812. Dalam gambar tersebut, kedua sayap bangunan tampak identik. Denahnya berbentuk persegi panjang, dua lantai dan atap perisai.
Dalam perjalanan sejarahnya, bangunan ini sempat mengalami rusak berat akibat serangan rakyat Banten yang anti Kompeni, di bawah pimpinan Kiai Tapa dan Ratu Bagus Buang yang disebut Perang Banten 1750 - 1754. Ketika Van Imhoff meninggal pada tahun 1750, pembangunan Istana Buitenzorg masih jauh dari usai. Bersamaan dengan waktu itu mulai pula berkobar Perang Banten. Rakyat yang bermukim di bantaran Sungai Cisadane kecewa karena Ratu Syarifah yang menjadi penguasa Kesultanan Banten telah menyerahkan kawasan subur kepada VOC. Terjadilah pemberontakan rakyat yang dimpimpin Kiai Tapa dan Ratu Bagus Buang. Istana yang belum selesai dibangun di Buitenzorg itu dibakar dalam salah satu serangan. Jacob Mossel, Gubemur Jenderal yang menggantikan Van Imhoff, kemudian melanjutkan pembangunan Istana Buitenzorg yang mengalami kerusakan berat. Ia meneruskan desain yang ditinggalkan oleh Van Imhoff. Istana Buitenzorg menjadi tujuan favorit para Gubemur Jenderal serta petinggi VOC dan kemudian tempat kediaman resmi bagi Gubemur Jenderal. Demikianlah, rencana membangun rumah Gubemur Jenderal dekat tangsi tentara di Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng, Jakarta) urung dilaksanakan. Untuk jangka waktu yang panjang, para Gubemur Jenderal dan keluarganya tinggal di sebuah rumah besar di dalam Kasteel Batavia, tidak seberapa jauh dari Stadhui (sekarang Museum Sejarah Jakarta). Setiap Gubemur Jenderal menambah dan menyempurnakan Istana Buitenzorg sesuai dengan bertambahnya kebutuhan dan kemakmuran VOC.
Pada tahun 1802, di salah satu sudut halaman puri yang seluas 28 hektar itu didirikan sebuah gereja Protestan. Hingga sekarang gereja itu masih berfungsi, tetapi dipisahkan dari lahan Istana Bogor dengan pagar, agar bisa dimanfaatkan oleh masyarakat umum secara penuh. Bangunan asli gereja itu juga sudah diganti dengan yang baru pada awal abad ke-20. gereja itu sekarang dikenal dengan nama Zebaoth.
Bersamaan dengan bangunan gereja, dibangun pula dapur pembuatan roti dan kue, sebuah ruang untuk bermain, dan tempat minum kopi di halaman. Sebuah rumah sakit juga didirikan di belakang kompleks Istana Buitenzorg. Rumah sakit itu sekarang menjadi Rumah Sakit Umum Palang Merah Indonesia, terletak di Jalan Pajajaran. Pada masa lalu, lahan rumah sakit itu masih menjadi bagian dari halaman luas Istana Buitenzorg. Berangsur angsur, seiring dengan waktu perubahan-perubahan kepada bangunan awal dilakukan selama masa Gubernur Jenderal Belanda maupun Inggris (Herman Willem Daendels dan Sir Stamford Raffles), bentuk bangunan Istana Bogor telah mengalami berbagai perubahan. sehingga yang tadinya merupakan rumah peristirahatan berubah menjadi bangunan istana paladian dengan luas halamannya mencapai 28,4 hektar dan luas bangunan 14.892 m².



Antara tahun 1808 dan 1811 bagian tengah bangunan ini dipugar besar-besaran oleh Dendels. Setelah tahun 1812, atap pelana pada sayap bangunan dihilangkan oleh Raffles dan bangunan utama diperluas. Halamannya yang luas juga dipercantik dengan mendatangkan enam pasang rusa tutul dari perbatasan India dan Nepal.

·         Gempa Tahun 1818
Pada tanggal 2 Oktober 1818, Istana Bogor mengalami kerusakan karena gempa bumi. Lalu dilakukan restorasi dan perluasan istana di bawah pemerintahan Gubernur Jenderal Van der Capellen. Meskipun proses konstruksi ini tidak disebutkan di mana pun, tetapi sebuah lukisan Willem Troost (1812-1893) menunjukkan bagian belakang istana, menggambarkan keadaan sesaat sebelum gempa bumi tahun 1834. Istana ini sekarang mempunyai dua lantai yang menutup seluruh denah. Bagian tengan istana dimahkotai sebuah menara dengan dome kecil. Sedangkan lahan di sekeliling istana dijadikan Kebun Raya yang peresmiannya dilakukan pada tanggal 18 Mei 1817. Istana bertingkat dua ini tetap berdiri sampai tahun 1834, lalu hancur karena gempa bumi tanggal 10 Oktober.

·         Gempa Tahun 1834


Sebuah survei yang cermat dari Istana Buitenzorg menyatakan bahwa bagian utara bangunan utama, dinding luar sayap timur dan bangunan utara telah runtuh karena gempa. Ini membuktikan bahwa tidak ada bagian dari bangunan indah ini terhindar dari gempa. Semuanya rusak sedemikian rupa, sehingga harus benar-benar diruntuhkan.”Dalam dua bulan, dibuatlah sebuah rencana untuk membangun kembali istanatersebut. Dalam sebuah surat bertanggal 25 Desember 1834, Gubernur Jenderal G.C. Baud menulis untuk Minister for Colonies, J. van den Bosch, “Sayap timur dari istana baru sekarang telah masuk kontrak.”

·         Pembangunan Kembali



Desain dari istana baru ini kemungkinan digarap oleh Jannis Tromp (1798-1859),
yang merupakan ketua insinyur Departemen Pekerjaan Umum di Batavia, dari tahun 1829 sampai masa pensiunnya tahun 1853. Wilhelm Louis de Sturler (1802-1879) yang merupakan kapten korporasi insinyur kemungkinan besar menjadi co designernya. Desain ini dijelaskkan secara singkat di laporan “Burgerlijke Operbare Werken in Nederlandch- Indie over het jaar 1892”. Desain istana tidak bertingkat lagi karena disesuaikan dengan situasi daerah yang sering gempa itu. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Albertus Jacob Duijmayer van Twist (1851-1856) bangunan lama sisa gempa itu dirubuhkan dan dibangun dengan mengambil arsitektur Eropa abad ke-19. Pada tahun 1870, Istana Buitenzorg dijadikan tempat kediaman resmi dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Pada pertengahan Juli 1837, sebagian dari istana telah selesai dan Eerens, penerus dari Gubernur Jenderal Baud, menjabat. Setelah seluruh pengerjaan istana selesai, sekitar tahun 1839, tiga perubahan kecil disebutkan di laporan tahunan departemen pekerjaan umum.
Bangunan baru Istana Buitenzorg itu juga memiliki menara di atas gedung induknya. Tepat di bawah menara itu terdapatlah tempat untuk para musisi memainkan musik bila diselenggarakan pesta-pesta dansa. Ruang utama dibawah menara itu – sekarang disebut Ruang Garuda – dulu adalah danszaal (ruang dansa) tempat para bangsawan, pejabat pemerintah dan militer, serta saudagar Belanda melakukan pesta-pesta meriah. Pada saatsaat pesta, lampu-lampu gas yang biasanya dipakai sebagai penerangan istana diganti dengan lilin-lilin yang romantis.
Titik dibawah menara itu juga ditetapkan sebagai poros untuk memperhitungkan rencana pemasangan pipa air minum bagi semua warga kota Bogor. Bila pintu pintunya dibuka, danszaal itu tepat menghadap ke utara, yakni ke jalan utama menuju Batavia melalui Cibinong.
Silih berganti para Gubemur Jenderal Hindia-Belanda bermukim di Istana Buitenzorg yang megah, mewah, dan nyaman. Contohnya adalah Gubemur Jenderal Dirk Fock (1921– 1926) yang menaikkan berbagai macam pajak yang sangat menyusahkan rakyat terjajah. Kemudian Gubemur Jenderal B.C. De Jonge (1931 – 1936) yang bertangan besi. Ia menangkap para pemimpin perjuangan kemerdekaan Indonesia –antara lain Soekarno, Hatta, dan Sjahrir– dan membuang mereka ke pengasingan.
Pada masa pendudukan Jepang, dengan pilu Gubemur Jendera Tjarda Van Starkenborgh-Stachower terpaksa menyerahkan Istana Buitenzorg kepada bala tentara Jepang di Kalijati. Istana ini kemudian menjadi markas Tentara Pendudukan Jepang yang dipimpin oleh Jenderal Imamura.

·         Masa Penjajahan Jepang
Apa yang terjadi kemudian di Istana Buitenzorg adalah lembaran paling kelam dalam sejarahnya. Jepang memakai bagian bawah tanah sebagai sel-sel tahanan untuk memenjarakan orang Belanda yang ditangkapnya. Seluruh dinding luar Istana Bogor dicat dengan wama hitam agar tersamar dari serangan udara. Kolam-kolam indah yang dibangun pada masa Raffles dikeringkan airnya agar tidak memantulkan cahaya yang bisa tampak dari udara, dan kemudian ditanami semak-semak. Rumput di halaman Istana yang luas dibiarkan liar meninggi. Rusa-rusa yang jumlahnya sudah mencapai ratusan, mulai punah karena setiap hari disembelih dan dimakan oleh serdadu Jepang. Untungnya, rumput yang sudah tumbuh tinggi justru merupakan tempat persembunyian yang baik bagi beberapa ekor rusa. Karena terlindung dibalik rumput itulah populasi rusa Istana Bogor tidak sepenuhnya binasa selama pendudukan Jepang antara 1942 – 1945.
Tentara Pendudukan Jepang juga mengangkut berbagai benda seni dari Istana Buitenzorg ke Negeri Matahari Terbit. Berbagai keris dan tombak pusaka yang penuh sejarah – upeti para raja dan sultan kepada para Gubemur Jenderal Hindia-Belanda lenyap dari bumi persada Nusantara. Serdadu Jepang juga mencabuti semua benda yang terbuat dari logam untuk dilebur menjadi alat-alat persenjataan. Tiang-tiang lampu yang indah dari Eropa, besi cor yang dipakai sebagai pagar dan elemen artistic bangunan Istana, semuanya dibongkar.

·         Kemerdekaan Indonesia
Dalam kondisi compang-camping seperti itulah Istana Bogor pada tahun 1945 direbut oleh sekitar 200 pemuda Indonesia yang tergabung dalam Barisan Keamanan Rakyat, setelah Jepang dikalahkan oleh tentara sekutu pada akhir Perang Dunia Kedua. Namun, para pemuda itu pun kemudian dipaksa meninggalkan Istana Bogor karena kompleks ini direbut kembali oleh Tentara Pendudukan Sekutu yang justru merintis jalan bagi kembalinya administrasi Hindia-Belanda yang sebelumnya mengungsi ke Australia. Baru pada akhir tahun 1949, ketika Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia, Istana Bogor diserahkan secara resmi oleh Kerajaan Belanda kepada Pemerintah Republik Indonesia. Hanya lima buah cermin besar yang masih tergantung di dinding menjadi barang inventaris Istana Bogor yang diserahkan kepada bangsa Indonesia ketika itu.
Namun demikian, Istana Bogor tidak segera memperoleh perhatian Pemerintah Republik Indonesia. Usia muda kemerdekaan yang baru diproklamasikan itu membuat para pemimpin Negara lebih terpusat perhatiannya pada urusan penyelenggaraan Negara. Presiden Soekarno baru mulai melakukan pemugaran secara bertahap sejak tahun 1952. Yang pertama dipugar adalah bagian depan bangunan induk. Ditambahkan sebuah beranda (portico) yang ditopang oleh enam tiang berlanggam lonia. Beranda ini menyambung dengan serambi depan dengan sepuluh saka bergaya sama. Tidak sekadar menambah keanggunan Istana, beranda baru ini juga berfungsi untuk melindungi tamu agung dari hujan yang sering tercurah di Bogor. Beberapa mobil dapat sekaligus berhenti dibawah beranda ini untuk menurunkan penumpang. Dalam memugar Istana Bogor, Bung Karno tetap mempertahankan gaya arsitektur Palladio. Jembatan kayu yang menghubungkan bangunan induk dengan kedua sayapnya kemudian diganti menjadi koridor.
Pemugaran Istana Bogor dipercepat menjelang sebuah pertemuan politik pemimpin lima Negara sebagai tindak lanjut dari pertemuan di Colombo pada tahun 1954 yang belum mencapai kata sepakat. Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo mengundang para Perdana Menteri India, Burma, Sri Lanka, dan Pakistan untuk melanjutkan pembicaraan di Indonesia.
Pada tahun 1954 itu pula, di halaman Istana Bogor yang luas juga dibangun dan dipugar lima buah pavilion – Amarta, Madukara, Pringgodani, Dwarawatim dan Jodipoti yang lebih dikenal dengan Paviliun 1, 2, 3, 4, dan 5 – yang terpisah agak jauh dari bangunan-bangunan utama Istana. Salah satunya, sebuah pavilion kecil yang kini dikenal sebagai Paviliun Amarta (atau paviliun 2), adalah tempat kesukaan Bung Karno. Ia sering menginap di Paviliun Amarta ini bila sedang berada di Istana Bogor.
Bung Karno juga menanam tiga pohon beringin di halaman Istana Bogor untuk menandai kelahiran tiga putranya: Guruh, Taufan, dan Bayu. Pada tahun 1997, sebuah masjid umum dibangun untuk mengganti masjid sederhana yang telah lebih dulu ditambahkan di dekat dapur umum. Masjid itu sengaja diletakkan di bagian samping depan Istana, agar mudah dijangkau oleh masyarakat umum.
Sementara itu, rusa-rusa yang menghuni halaman Istana Bogor terus beranak-pinak hingga mencapai 700-an ekor, padahal daya dukung halaman Istana Bogor sebetulnya hanya ideal untuk 300 ekor rusa. Untuk mengurangi jumlahnya, beberapa ekor rusa telah dipindahkan ke Istana Tampaksiring di Bali, kompleks Badan Intelijen Negara di Jakarta, dan beberapa kantor Gubemur di tanah air. Semua langkah tertata untuk konservasi rusa ini dilaksanakan pada masa Presiden Megawati.
Hamparan rumput Istana juga dihiasi dengan beberapa tempayan-tempayan besar tanah liat, yang dibuat pada masa Bung Karno. Dari masa penjajahan Belanda masih tertinggal beberapa tempayan asli dari Cina. Menurut cerita, Bung Karno pernah mengutus seorang staf Istana untuk membeli tempayan yang biasa dipakai sebagai penyimpan kedelai di pabrik tabu kepunyaan orang-orang Tionghoa. Akan tetapi, temyata tidak seorang pun bersedia menjualnya karena benda itu selain langka memang sangat diperlukan dalam pembuatan tahu. Staf Istana itu kemudian diam-diam mencoba membuat tempayan semacam itu di Plered, sebuah tempat di Jawa Barat yang memang terkenal kerajinan tanah liatnya. Percobaan itu temyata berhasil, sehingga Bung Karno memesan banyak lagi tempayan besar dari Plered yang hingga kini menghiasi halaman Istana Bogor. Dulu Bung Karno juga sempat mendatangkan beberapa pasang angsa dari Swiss untuk dipelihara di kolam-kolam Istana. Tetapi, angsa-angsa itu tidak sanggup bertahan hidup lama di cuaca tropis.
Menjelang 1960, Istana Bogor menjalankan fungsi yang sama dengan Istana Merdeka dan Istana Negara di Jakarta: sebagai tempat kediaman sekaligus tempat kerja Presiden Republik Indonesia. Bung Karno membagi waktunya antara Jakarta dan Bogor secara tetap, setelah menikahi Ibu Hartini di Istana Cipanas pada 1953. Setiap hari Jumat, Sabtu, dan Minggu ia akan berada di Istana Bogor; pada hari-hari lain, di Istana Merdeka Jakarta. Dengan pengaturan ini Ibu Hartini pun kemudian dimukimkan di Paviliun Amarta (Paviliun 2) Istana Bogor. Bangunan induk tetap dipergunakan untuk Ibu Fatmawati dan putra-putrinya. Di bangunan induk ini, Bung Karno dan Ibu Fatmawati menempati ruang depan dengan jendela menghadap ke halaman depan Istana Bogor.

B.     Istana Bogor Sekarang



·         Penggunaan Bangunan
Secara umum, dapat dikatakan bahwa impresi arsitektur aslinya berasal dari tahun 1835. Namun, beberapa perubahan telah terjadi di masa-masa yang lain. Terlepas dari itu, citra istana putih megah yang dikelilingi taman nan hijau tetap berhasil membuat Bogor memiliki sebuah identitas yang unik. Pada tahun 1968 Istana Bogor resmi dibuka untuk kunjungan umum atas restu dari Presiden Soeharto. Arus pengunjung dari luar dan dalam negeri setahunnya mencapai sekitar 10 ribu orang.
Bangunan di Istana Bogor terdiri dari:
• Bangunan induk istana berfungsi untuk menyelenggarakan acara kenegaraan resmi, pertemuan, dan upacara.
• Sayap kiri bangunan yang memiliki enam kamar tidur digunakan untuk menjamu tamu negara asing.
• Sayap kanan bangunan dengan empat kamar tidur hanya diperuntukan bagi kepala negara yang datang berkunjung.
• Pada tahun 1964 dibangun khusus bangunan yang dikenal dengan nama Dyah Bayurini sebagai ruang peristirahatan presiden dan keluarganya, bangunan ini termasuk lima paviliun terpisah.
• Kantor pribadi Kepala Negara
• Perpustakaan
• Ruang makan
• Ruang sidang menteri-menteri dan ruang pemutaran film
• Ruang Garuda sebagai tempat upacara resmi
• Ruang teratai sebagai sayap tempat penerimaan tamu-tamu negara.
• Kaca Seribu

Istana tahun 1835 yang asli tidak memiliki beranda di depan. Lalu pada tahun 1890, ditambahkanlah sebuah beranda (drop off) untuk jalur masuk yang terhindar dari hujan. Beranda tambahan tersebut beratap datar dan memiliki tiga arch (bukaan melengkung) di depan dan satu di setiap sisi kanan dan kiri. Beranda itu kini telah diganti dengan yang baru pada tahun 1952. Tidak diketahui apakah beranda terakhir ini dibuat lebih besar daripada yang sebelumnya, tetapi beranda ini terlihat terlalu besar untuk Istana Bogor. Mungkin karena kolom ionicnya yang besar dan pilar-pilar sudutnya yang tidak simestris. Sebagian besar lantai dan tangga dari galeri utara dan selatan menggunakan material marmer Italia berwarna putih dan abu-abu. Atapnya terdiri dari pola-pola rumit yang menutupi konstruksi kayu dan talang masih dalam kondisi yang baik.
Gedung Induk, terdiri dari 8 ruang, yaitu :
1. Ruang Garuda yang berfungsi sebagai Ruang Resepsi, disini juga pertemuan - pertemuan besar dapat dilaksanakan.
2. Ruang Teratai yang berfungsi sebagai ruang penerimaan tamu.
3. Ruang Film pernah berfungsi sebagai ruang pemutaran film pada masa Presiden Soekarno.
4. Ruang Makan yang berfungsi sebagai ruang makan utama.
5. Ruang Kerja Presiden yang pernah berfungsi sebagai tempat bekerja Presiden Soekarno.
6. Ruang Perpustakaan yang pernah berfungsi sebagai ruang perpustakaan Presiden Soekarno.
7. Ruang Famili dan Kamar Tidur yang berfungsi sebagai tempat / ruang tunggu Presiden jika akan mengikuti aneka acara di Ruang Garuda.
8. Ruang Tunggu Menteri yang berfungsi sebagai ruang tunggu para menteri jika mereka akan mengikuti acara - acara di Ruang Garuda.

Gedung Utama Sayap Kiri, terdiri dari 2 ruang, yaitu :
1. Ruang Panca Negara, yang pernah berfungsi sebagai ruang Konferensi Panca Negara / persiapan Konferensi Asia Afrika di Bandung,
2. Ruang Tidur dan Ruang Tengah, yang difungsikan sebagai tempat menginap Presiden, tamu negara dan tamu agung. Gedung Utama Sayap Kanan, berfungsi sebagai tempat menginap para Presiden sebagai tamu negara berikut tamu - tamu negara, dan tamu - tamu lainnya.
1. Paviliun Sayap Kiri berfungsi sebagai kantor Rumah Tangga Istana Bogor
2. Paviliun Sayap Kanan berfungsi sebagai tempat menginap para pejabat dan staf tamu negara. Pada sayap kanan dan kiri, lantai aula tengahnya dilapisi marmer coklat dari Jawa Timur. Sayap bangunan terhubung dengan Gedung Utama melalui koridor yang terdiri dari kolom Toscane, lantai marmer Italia dan jendela kaca.
Paviliun, terdapat 6 paviliun sebagai berikut :
1. Paviliun I-V kini digunakan sebagai tempat menginap para pejabat dan merupakan ruang tunggu para menteri apabila ada acara
2. Paviliun VI digunakan sebagai rumah jabatan kepala istal
Gedung lainnya :
1. Gedung Dyah Bayurini, yang dilengkapi dengan kolam renang digunakan sebagai
tempat istirahat Presiden serta keluarganya jika sedang berada di Bogor.
2. Gedung Serba Guna yang berfungsi sebagai ruang serba guna: kesenian, pertemuan, tempat artis, dsb.




Seiring dengan makin berperannya Indonesia dalam percaturan dunia, Istana Bogor mewadahi pertemuan lima Perdana Menteri pada 1954: Ali Sastroamidjojo (tuan rumah), Pandit Jawaharlal Nehru (India), Mohammad Ali (Pakistan), Sir John Kotelawala (Sri Lanka), U Nu (Burma). Pertemuan itu berhasil mencapai kesepakatan untuk menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada tahun berikutnya –sebuah langkah awal strategis untuk mengokohkan kerja sama negara-negara Asia dan Afrika, yang juga merupakan cikal bakal Gerakan Non-Blok yang pada 1992 -1995 diketuai oleh Presiden Soeharto. Hingga sekarang, ruang tempat pertemuan para perdana menteri lima negara itu masih disebut sebagai Ruang Pancanegara. Bendera-bendera kebangsaan lima negara masih menghiasi ruangan itu. Tatanan meja-kursi itu pun masih dipertahankan. Ruang Pancanegara itu terletak di gedung sayap kiri. Gedung yang memiliki enam kamar tidur yang bagi para tamu negara setingkat menteri ini dilengkapi juga dengan sebuah ruang makan dan ruang duduk. Pada masa Belanda, sayap kiri ini dipergunakan bagi hunian staf Gubemur Jenderal.
Gedung sayap kanan diperuntukkan tamu-tamu negara setingkat kepala negara atau kepala pemerintahan. Pada masa Belanda bagian ini juga menjalankan fungsi yang sama. Bagian ini hanya terdiri atas empat kamar tidur. Satu-satunya anggota keluarga Kerajaan Belanda yang pemah menginap di sini adalah Pangeran Willem Frederik Hendrik pada 1837. Beberapa raja dan presiden telah menjadi tamu\ Republik Indonesia di Istana Bogor.
Di bagian depan, di belakang serambi terbuka gedung induk Istana Bogor, terdapat sebuah bangsal yang kini dikenal dengan sebutan Ruang Teratai. Penamaan demikian bermula dengan adanya sebuah lukisan bunga teratai karya c.L. Dake, Jr. yang menjadi elemen artistik paling menonjol di ruang duduk itu. Ini adalah lukisan yang dibuat pada 1952 berdasarkan teratai besar (Victoria regia)dari Amazon, Brazil, yang menghiasi kolam di depan Istana Bogor.
Di antara Ruang Teratai dengan balairung utama di belakangnya, terdapat sebuah koridor kecil yang disangga empat saka berlaras Korintia. Pada dinding-dinding sisinya, tergantung cermin besar berbingkai emas yang diletakkan berhadapan, sehingga menciptakan refleksi seolah-olah ada seribu bayangan terpantul hingga nun ke ujung sana. Cermin ini dikenal dengan sebutan Kaca Seribu. Cermin dan saka-saka Korintia ini merupakan sedikit saja dari elemen artistik yang masih asli sejak dibangunnya Istana ini pada tahun 1850.
Balairung utama Istana Bogor sempat pula digunakan beberapa kali oleh Presiden Soekarno untuk pesta-pesta tari lenso. Ruang ini kemudian diberi nama Ruang Garuda karena penempatan lambang negara Garuda Pancasila pada dinding kepala. Balairung yang kini ditebari dengan permadani Persia adalah bagian yang paling anggun di Istana Bogor. Enam belas saka berlaras Korintia menopang langit-Iangit berbentuk kubah yang dihias relief bergaya Yunani. Beberapa kandelabra kristal digantung di langit-langit. Di Ruang Garuda ini diselenggarakan acara-acara yang bersifat formal: jamuan santap resmi, pertemuan pertunjukan kesenian, serta peristiwa penting lainnya.
Pada masa Bung Karno, beberapa kali diselenggarakan sidang kabinet di ruang ini. Presiden Soekarno juga beberapa kali menerima surat kepercayaan para duta besar di balairung ini. Pada masa Presiden Soeharto, di balairung ini diselenggarakan pertemuan para kepala negara APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation) pada 1995. Ruang tidur utama di gedung induk hingga kini masih dijuluki sebagai Kamar Raja. Di kamar itu terdapat sebuah tempat tidur yang panjangnya hampir tiga meter - khusus dibuat untuk Raja Ibnu Saud dari Saudi Arabia yang pernah berencana mengunjungi Indonesia. Sayangnya, ia membatalkan muhibahnya karena kondisi kesehatannya. Ruang ini dulu merupakan tempat tidur bagi putra-putri Presiden Soekarno.
Pada arah yang berlawanan, sebelum koridor menuju sayap kiri, adalah sebuah ruangan yang dulu dipakai Bung Karno sebagai tempat untuk memutar film. Setiap menjelang akhir pekan, petugas Istana Bogor berangkat ke Jakarta untuk mengambil film-film yang akan dipertunjukkan. Di samping keluarga dan staf Istana, Bung Karno juga sering mengundang pejabat setempat untuk ikut melihat pemutaran film.
Ruang kerja Presiden yang terletak di bagian kiri belakang gedung induk adalah ruang yang besar - bahkan lebih besar dari ruang kerja Presiden di Istana Merdeka dengan jendela-jendela dan pintu besar yang menghadap ke Kebun Raya. Sejak ditinggalkan oleh Bung Karno, ruang ini tak pernah dipakai sebagai ruang kerja oleh para presiden berikutnya. Karenanya, ruang ini masih dibiarkan sebagaimana tatanan aslinya ketika masih dipergunakan Bung Karno. Sebuah tenunan songket dari benang emas ditaruh di atas meja kerja besar yang terbuat dari kayu jati. Meja kerja ini menghadap sebuah dinding yang semula mempunyai dua jendela. Dinding besar itu kemudian dimanfaatkan Bung Karno untuk menggantung lukisan besar karya pelukis Rusia, Konstantin Egorovich Makowsky, yang dihadiahkan kepada Bung Karno ketika berkunjung ke Uni Soviet pada 1956. Sebuah lukisan besar Makowsky lainnya tergantung di ruang makan Istana Bogor. Lukisan itu - dibuat pada 1891 dan menggambarkan Pesta Dewa Anggur - dibeli Bung Karno dari sebuah galeri di Roma pada 1961.

·         Karya Seni di Istana Bogor
Banyak barang asli turun temurun yang berada di Istana Bogor rusak, hancur, atau hilang pada masa Perang Dunia II. Karena itu, seluruh karya seni dan perabotan klasik yang berada di Istana Bogor bermula dari awal tahun 1950.
Koleksi-koleksi karya seni dan dekorasi internasional banyak berasal dari hadiah negaranegara asing, yang memberikan aksen mewah di Istana Bogor. Salah satunya adalah tempat penyangga lilin cristal bergaya Bohemian dan karpet langka dari Persia yang melapisi lantai ruang utama di Istana Bogor.
Koleksi istana meliputi:
a.      450 lukisan, di antaranya adalah karya pelukis Indonesia Basuki Abdullah, pelukis Rusia Makowski, dan Ernest Dezentjé
b.      360 patung
c.       Susunan lantai keramik mewah yang tersebar di istana. Salah satu dari koleksi keramik yang paling mengesankan, berasal dari Rusia, sumbangan dari Perdana Menteri Khrushchev pada tahun 1960.
d.      Hadiah hadiah kenegaraan, di antaranya adalah tengkorak harimau berlapis perak, hadiah dari Perdana Menteri Thanom Kittikachorn dari Thailand pada tahun 1958.



2)    Usulan


    Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto menyampaikan usulan penataan konsep Istana Bogor kepada Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Pratikno di kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jalan Veteran, Jakarta Pusat.

Dalam pertemuan yang membahas rencana penataan Istana Bogor, salah satunya rencana menggeser pagar istana juga diikuti  Kepala Bagian Humas Setdakot Bogor Encep Moh. Ali Alhamidi. Pemkot Bogor kebetulan sedang menyiapkan konsep pembenahan dan penataan pusat kota yang menyangkut arus lalu lintas, route angkot, parkir, PKL dan perbaikan pedestrian. Untuk menjaga kawasan sekitar Istana Bogor sebagai wilayah heritage dan sedang dirampungkan konsep RTBL untuk kawasan seputar Istana Bogor. Karena  terkait dengan kawasan seputar istana serta seringnya Bapak Presiden Jokowi beraktivitas di Istana Bogor. Serta akan dibangun Balai Kitri yang ada di dalam Istana Bogor. Pemkot memandang Balai Kitri sebagai salah satu destinasi wisata yang bisa diakses masyarakat umum. Balai Kitri jika memungkinkan pengelolaannya bisa dilakukan Pemerintah Kota Bogor. 
Salah satu penataan kawasan Istana Bogor adalah menata pedestrian bagi pejalan kaki. Mulai dari Tugu Kujang sampai ke Jalan Jalak Harupat depan pintu I Istana Bogor, akan dilakukan perbaikan pedestrian sehingga lebih nyaman saat digunakan untuk pejalan kaki.


    Juga dilakukan penataan Sungai Cibalok yang berada di dalam area Istana Bogor. Dalam proyek penataan tersebut, terlihat aliran Sungai Cibalok yang melintasi Istana Bogor mulai dari Gereja Zebaoth hingga Pintu Utama Istana (simpang Denpom) dipercantik dengan mengembalikan fungsi utama sungai, lengkap dengan beberapa air terjun dan bebatuan sehingga menambah kesan natural. Terlihat pula pedestrian dibangun di sisi sungai yang membuat pemandangan semakin indah. Dengan pembangunan tersebut bisa menambah daya tarik pariwisata bagi masyarakat. Saat jalan-jalan di sekitar Istana Bogor bisa menjadi daya tarik tersendiri. Selain rusa sebagai ikon dari Istana Bogor, juga terdapat pemandangan lain yaitu Sungai Cibalok yang bukan sebagai lintasan air saja, sekarang menjadi pemandangan baru yang natural. Dengan dipercantiknya area di dalam pagar Istana Bogor itu bisa menambah daya jual pariwisata bagi warga Bogor maupun di luar Bogor. Bogor memiliki ikon yang sangat kuat yang tidak dimiliki kota lain. Bogor identik dengan Istana dan Kebun raya. Dua ikon ini yang ke depan menjadi primadona. 



KESIMPULAN

   Istana Bogor mengalami beberapa kalu kerusakan karena gempa bumi. Lalu dilakukan restorasi, pemugaran dan perluasan istana pada zaman penjajahan Belanda. Hingga Istana menjadi tidak terurus selama penjajahan Jepang yang memakai bagian bawah tanah sebagai sel-sel tahanan untuk memenjarakan orang Belanda yang ditangkapnya. Seluruh dinding luar Istana Bogor dicat dengan wama hitam agar tersamar dari serangan udara. Kolam-kolam indah yang dibangun pada masa Raffles dikeringkan airnya agar tidak memantulkan cahaya yang bisa tampak dari udara, dan kemudian ditanami semak-semak. Rumput di halaman Istana yang luas dibiarkan liar meninggi. Rusa-rusa yang jumlahnya sudah mencapai ratusan, mulai punah karena setiap hari disembelih dan dimakan oleh serdadu Jepang.

    Pada tahun 1945 Istana direbut oleh sekitar 200 pemuda Indonesia yang tergabung dalam Barisan Keamanan Rakyat, setelah Jepang dikalahkan oleh tentara sekutu pada akhir Perang Dunia Kedua. Namun, para pemuda itu pun kemudian dipaksa meninggalkan Istana Bogor karena kompleks ini direbut kembali oleh Tentara Pendudukan Sekutu yang justru merintis jalan bagi kembalinya administrasi Hindia-Belanda yang sebelumnya mengungsi ke Australia. Baru pada akhir tahun 1949, ketika Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia, Istana Bogor diserahkan secara resmi oleh Kerajaan Belanda kepada Pemerintah Republik Indonesia.

    Presiden Soekarno baru mulai melakukan pemugaran secara bertahap sejak tahun 1952 dapat dikatakan bahwa impresi arsitektur aslinya berasal dari tahun 1835. Namun, beberapa perubahan telah terjadi di masa-masa yang lain. Terlepas dari itu, citra istana putih megah yang dikelilingi taman nan hijau tetap berhasil membuat Bogor memiliki sebuah identitas yang unik. Pada tahun 1968 Istana Bogor resmi dibuka untuk kunjungan umum atas restu dari Presiden Soeharto.

     Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto menyampaikan usulan penataan konsep Istana Bogor rencana penataan Istana Bogor, salah satunya rencana menggeser pagar istana juga dan konsep pembenahan dan penataan pusat kota yang menyangkut arus lalu lintas, route angkot, parkir, PKL dan perbaikan pedestrian. Serta akan dibangun Balai Kitri yang ada di dalam Istana Bogor. satu penataan kawasan Istana Bogor adalah menata pedestrian bagi pejalan kaki. Mulai dari Tugu Kujang sampai ke Jalan Jalak Harupat depan pintu I Istana Bogor, akan dilakukan perbaikan pedestrian sehingga lebih nyaman saat digunakan untuk pejalan kaki. Juga dilakukan penataan Sungai Cibalok yang berada di dalam area Istana Bogor.











Sabtu, 06 April 2019

Konservasi Arsitektur




Kawasan Istana Bogor



PENDAHULUAN
1)    Sejarah



Istana Bogor berada di kota Bogor yang pada era kolonial bernama Buitenzorg atau Sans Souci yang berarti "tanpa kekhawatiran". Sejak tahun 1870 hingga 1942, Istana Bogor merupakan tempat kediaman resmi dari 38 Gubernur Jenderal Belanda dan satu orang Gubernur Jenderal Inggris.
Pada tahun 1744 Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron Van Imhoff terkesima akan kedamaian sebuah kampung kecil di Bogor (Kampung Baru), sebuah wilayah bekas Kerajaan Pajajaran yang terletak di hulu Batavia. Van Imhoff mempunyai rencana membangun wilayah tersebut sebagai daerah pertanian dan tempat peristirahatan bagi Gubernur Jenderal.
Istana Bogor dibangun pada bulan Agustus 1744 dan berbentuk tingkat tiga, pada awalnya merupakan sebuah rumah peristirahatan, ia sendiri yang membuat sketsa dan membangunnya dari tahun 1745-1750, mencontoh arsitektur Blehheim Palace, kediaman Duke Malborough, dekat kota Oxford di Inggris. Berangsur angsur, seiring dengan waktu perubahan-perubahan kepada bangunan awal dilakukan selama masa Gubernur Jenderal Belanda maupun Inggris (Herman Willem Daendels dan Sir Stamford Raffles), bentuk bangunan Istana Bogor telah mengalami berbagai perubahan. sehingga yang tadinya merupakan rumah peristirahatan berubah menjadi bangunan istana paladian dengan luas halamannya mencapai 28,4 hektare dan luas bangunan 14.892 m².
Namun, musibah datang pada tanggal 10 Oktober 1834 gempa bumi mengguncang akibat meletusnya Gunung Salak sehingga istana tersebut rusak berat. Pada tahun 1850, Istana Bogor dibangun kembali, tetapi tidak bertingkat lagi karena disesuaikan dengan situasi daerah yang sering gempa itu. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Albertus Jacob Duijmayer van Twist (1851-1856) bangunan lama sisa gempa itu dirobohkan dan dibangun dengan mengambil arsitektur Eropa abad ke-19. Pada tahun 1870, Istana Buitenzorg dijadikan tempat kediaman resmi dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Penghuni terakhir Istana Buitenzorg itu adalah Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborg Stachourwer yang terpaksa harus menyerahkan istana ini kepada Jenderal Imamura, pemeritah pendudukan Jepang. Pada tahun 1950, setelah masa kemerdekaan, Istana Kepresidenan Bogor mulai dipakai oleh pemerintah Indonesia, dan resmi menjadi salah satu dari Istana Presiden Indonesia.
Pada tahun 1968 Istana Bogor resmi dibuka untuk kunjungan umum atas restu dari Presiden Soeharto. Arus pengunjung dari luar dan dalam negeri setahunnya mencapai sekitar 10 ribu orang. Pada 15 November 1994, Istana Bogor menjadi tempat pertemuan tahunan menteri ekonomi APEC (Asia-Pasific Economy Cooperation), dan di sana diterbitkanlah Deklarasi Bogor. Deklarasi ini merupakan komitmen 18 negara anggota APEC untuk mengadakan perdangangan bebas dan investasi sebelum tahun 2020. Pada 16 Agustus 2002, pada masa pemerintahan Presiden Megawati, diadakan acara "Semarak Kemerdekaan" untuk memperingati HUT RI yang ke-57, dan dimeriahkan dengan tampilnya Twilite Orchestra dengan konduktor Addie MS Pada 9 Juli 2005 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melangsungkan pernikahan anaknya, Agus Yudhoyono dengan Anisa Pohan di Istana Bogor.zeron Pada 20 November 2006 Presiden Amerika Serikat George W. Bush melangsungkan kunjungan kenegaraan ke Istana Bogor dan bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kunjungan singkat ini berlangsung selama enam jam.

2)    Telaah Pustaka



Istana adalah sebuah bangunan besar atau mewah yang biasanya didiami oleh keluarga kerajaan, keluarga kepala negara atau petinggi lainnya. Kata istana kadang-kadang juga dipakai untuk merujuk kepada gedung besar yang merupakan pusat suatu lembaga. Di Jawa dan sekitarnya tempat tinggal raja disebut pula keratonpura atau puri.

Istana Bogor merupakan salah satu dari Istana Presiden RI yang mempunyai keunikan dari aspek historis kebudayaan, dan fauna. Istana ini pada masa pendudukan Belanda bernama Buitenzorg, yang artinya "tanpa kekhawatiran". Istana Bogor dibangun pada Agustus 1744 sebagai tempat peristirahatan Gubernur Jenderal Gustaaf Wilem Baron van Imhoff. Berangsur angsur, perubahan bangunan awal dilakukan selama masa Gubernur Jenderal Belanda maupun Inggris (Herman Willem Daendels dan Sir Stamford Raffles). Yang tadinya rumah peristirahatan berubah menjadi bangunan istana paladian dengan luas halaman 28,4 hektar dan bangunan 14.892 meter persegi. Pada 1834, Bogor diguncang gempa yang berasal dari Gunung Salak dan menyebabkannya rusak berat. Kemudian, Istana Bogor dibangun kembali pada 1850 dan dijadikan kediaman resmi Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada 1870. Setelah masa kemerdekaan, pada tahun 1950 Istana Bogor resmi menjadi salah satu Istana Presiden Indonesia, dan pada 1968 atas restu Mantan presiden Soeharto Istana Bogor dibuka untuk umum. Setiap tahunnya, pengunjung istana Bogor mencapai 10.000 orang. Istana Bogor yang bersebelahan dengan Kebun Raya Bogor ini juga memiliki keunikan lain yaitu rusa-rusa yang berkeliaran bebas di tamannya. Rusa ini didatangkan langsung dari Nepal dan terjaga hingga sekarang.

Area Istana Bogor memiliki susunan pohon yang lebih jarang, tidak seperti Kebun Raya yang terdiri dari pohon-pohon besar hutan hujan tropis yang padat. Beberapa titik terbuka dengan pohon-pohon peneduh tersedia untuk menikmati pemandangan indah di kompleks istana. Bagian muka bangunan istana menghadap utara. Sayap-sayapnya terletak di sumbu timur dan barat. Sumbu utara dan selatan berasal dari pusat gedung utama, melewati halaman rumput yang berbentuk melingkar dan danau. Sejak tahun 1870 hingga 1942, Istana Bogor merupakan tempat kediaman resmi dari 38 Gubernur Jenderal Belanda dan satu orang Gubernur Jenderal Inggris.

Tahun 1950 dibangun paviliun di bagian barat untuk rumah tinggal Presiden Soekarno dan istrinya. Tahun 1965, presidential guesthouse dibangun di bagian timur laut oleh Sudarsono, arsitek pribadi Presiden.